Salah satu alat penting untuk memulai prestasi setelah keterpurukan adalah sebuah kredo. Dengan kredo, sesuatu yang minus bisa menjadi plus; sesuatu yang lemah dan tak berdaya dapat menjadi kuat dan berdaya. Kredo adalah nilai kejuangan, juga di dalamnya ada nilai kepahlawanan.
Artinya selain pendekatan yang sifatnya ubudiyah vertikal itu, kita juga perlu mengubah beberapa pola dan sikap hidup. Seperti juga dalam bisnis, maka kehidupan pun membutuhkan kredo. Pebisnis terkenal dari Prancis, Colin Turner, dalam bukunya Lead to Succed (2002), menyimpulkan bahwa, daya bangkit perusahaan yang sedang terpuruk adalah adanya “ideologi inti” yang teguh. Ia menyebutnya kredo (sikap dasar) atau raison d’etre. Untuk bangkit dari keterpurukan, seseorang membutuhkan kredo untuk menata kembali hidupnya dengan benar. Inilah tugas terindah dalam hidup; jika saja mampu kita maknai.
Penumbuhan pola dan sikap baru dalam hidup ini penting, karena tugas ibadah seseorang akan menjadi lebih sempurna justru ketika ditunjang oleh keberhasilan-keberhasilan duniawi. Bukankah Rasulullah bersabda, “Mu’min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mu’min yang lemah.” Juga sabda Nabi, “Tangan di ats lebih baik daripada tangan di bawah.”