Feb 15, 2009
Cinta ataukah Murka-Mu

"Telah timbul kerusakan di darat dan di laut karena ulah tangan-tangan manusia, sehingga Allah memberikan kepada mereka sebagian (akibat) dari perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar”. (QS QS. al-Rum ayat 41)

''Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, bila ia mendapat kebaikan dia menjadi kikir.'' (QS Al-Ma'arij [70]: 20-21). Ujian merupakan alat ukur keimanan dan ketakwaan seseorang, sampai di mana taraf keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.

''Mahasuci Allah yang menguasai (segala) kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.'' (QS Al-Mulk [67]: 1-2).

Sebuah pemandangan yang jarang untuk terlihat sepanjang belasan tahun terakhir, terjadi di beberapa daerah di Tanah Sulbar Mala’biq ini , Ada yang tewas meninggalkan keluarganya, menyisakan cinta dan kerinduan untuk jiwa yang tak siap untuk dipisahkan, banyak orang yang terluka. Kerangka rumah-rumah berserakan . pagar sebuah sekolah roboh, buku-buku berserak, pepohonan meninggalkan jejaknya, bahan pangan sulit untuk didapatkan, begitupun air bersih. Hamparan kuning menghiasi pematang sawah yang siap panen tiba-tiba rata dengan Lumpur . Ombak tak begitu memperlihatkan gelombang yang indah memecah kepantai, pecah mengenai tembok penghalang dan rumah-rumah masyarakat. Laut kemudian tidak menjadi pemandangan yang indah dengan hamparan biru yang menyejukkan, banyak nelayan yang kehilangan kesempatan untuk mengeruk nikmat untuk menyambung hidupnya Ya.. bencana datang. Apa yang telah kami telah lakukan pada alam ini hingga nampaknya alam tidak menunjukkan keramahannya pada kami.

Ya Allah, musibah datang silih berganti, sangat cepat. Belum sempat kami menghitung jarak hari dari satu musibah ke musibah lainnya. Belum sempat kami memahami apa yang terjadi. Kami takut Kau marah, seperti terhadap kaum Nabi Nuh, yang ingkar dan menyekutukan-Mu.

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): 'Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan.' (QS Hud: 25-26)

Ya Allah, kami yang bodoh dan hina ini tidak ingin berprasangka buruk, tak ingin lagi bertanya, apakah segala bencana ini tanda cinta atau kemurkaan-Mu? Bantulah kami memahami semua yang terjadi dan hentikan ketakutan kami. Cukuplah kaum Nabi Nuh as, kaum Nabi Luth as merasakan kepedihan karena ingkar, jangan lagi timpakan kepada kami bencana. Cukupkan ya Allah, cukupkan sampai di sini.

Ya, Allah ... telah begitu banyak kesesatan terjadi dan sebagian dari kami melihatnya sebagai suatu yang biasa. Bahkan, bencana yang bertubi-tubi inipun tak membuat kami benar-benar sadar dan mengubah tingkah laku kami. Kami lebih suka berdebat termasuk tentang berbagai bencana ini, apakah atas kehendak-MU atau gejala alam biasa , kami lebih suka mencari-cari penyebab dan saling menyalahkan, padahal semua yang terjadi ada dalam firman-MU. Kami lupa kembali pada firman-firman suci itu. Kami merasa mengetahui semuanya, berkehendak atas semuanya. Kami merasa kematian tidak pernah datang tiba-tiba, tapi mengikuti keinginan dan khayalan kami.

Jangan jadikan kami kaum Nabi Nuh. Orang-orang kaya, bangsawan, dan terpandang mengusir orang lemah, orang-orang miskin, atas nama persamaan dan menantang kekuasaan-MU. Jangan biarkan kami menyekutukan-MU, membiarkan kami melambai-lambai perahu Nuh yang menjauh dalam arus air bah yang semakin besar.

Manusia dan Alam

Alam sesungguhnya memiliki posisi istimewa sebagai salah satu tanda eksistensi Allah Swt. (ayat kauniyah) (QS. al-Fusshilat: 53, al-Jatsiyah: 13). Keberadaan alam secara langsung menunjukkan adanya sang pencipta. Seandainya alam tercipta secara kebetulan, maka tidak akan ditemukan keteraturan di dalamnya. Selain sebagai tanda eksistensi Allah swt, Surat al-Jatsiyah di atas dan al-Baqarah: 29 juga menegaskan bahwa penciptaan alam juga terkait dengan kepentingan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Karenanya alam diciptakan dalam pola-pola tertentu yang teratur (QS. al-Furqan: 2 dan al-Qamar: 49) agar manusia dapat dengan mudah memahami alam dan memanfaatkannya.

Peran penting alam bagi kehidupan manusia juga tersimbolkan pada posisi Ka’bah, lokus muslim menghadapkan dirinya pada Allah Swt, yang berada di titik pusat bumi. Al-Quran juga menyatakan, manusia hakikatnya berasal dari alam juga (QS. al-Sajdah: 7).

Karena itu Allah Swt secara tegas melarang manusia merusak keteraturan alam (QS. al-A’raf: 56, 74, 85, al-Syuara: 151) dengan menempatkan kesalahan tersebut setingkat di bawah memusuhi Allah dan Rasul, serta mengancam pelakunya dengan hukuman mati, disalib, dipotong tangan dan kakinya bersalang-seling, atau diasingkan, sesuai dengan tingkat kerusakan alam yang ditimbulkannya (QS. al-Maidah: 33). Selain hukuman melalui tangan manusia lain tersebut, Allah Swt juga akan memberikan siksa secara langsung kepada manusia itu sendiri, seperti pemanasan global, angin puting beliung, banjir, atau longsor (QS. al-Rum: 41).

Jika alam tercipta secara teratur dan memiliki hubungan yang harmonis dengan manusia, lalu kenapa saat ini alam seakan memusuhi manusia? Jawabannya terletak pada QS. al-Rum ayat 41 di atas:Telah timbul kerusakan di darat dan di laut karena ulah tangan-tangan manusia, sehingga Allah memberikan kepada mereka sebagian (akibat) dari perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar”

Ayat di atas secara tegas memberitahukan pada kita bahwa alam tidak pernah merusak dirinya sendiri. Kerusakan alam lebih disebabkan oleh adanya kekuatan-kekuatan luar yang menghilangkan keseimbangan dan keteraturannya sehingga menghasilkan chaos, dan kekuatan perusak itu adalah manusia.

Kenapa manusia merusak alam? bukankah manusia adalah khalifah di alam ini dan kehadirannya untuk melestarikan alam?

Meski dicipta dengan segala keunggulannya, secara nature manusia adalah ciptaan Allah yang memiliki sifat-sifat kelemahan (QS. al-Nisa: 28) dan menjadi sebab kelalaian manusia pada misi utama penciptaannya. Dengan demikian, dalam diri manusia terdapat dua sifat yang bertentangan: kesempurnaan dan kelemahan, kebaikan dan kekurangan (QS. al-Syams: 7-8).

Kedua unsur tersebut berdialektika memperebutkan dominasinya atas diri manusia. Ketika unsur kesempurnaan mendominasi, maka manusia hidup di atas rel ketuhanan dan memperoleh kebahagiaan (QS. al-Syams: 9), sebaliknya, dominasi unsur negatif mengakibatkan manusia terjebak pada bencana dan kerugian (ayat 10), pribadi yang terakhir ini disebut al-Qur’an sebagai pribadi yang condong kepada kejahatan (QS. Yusuf: 53) sehingga melupakan Tuhan dan dirinya sendiri (QS. al-Hasyr: 19).

Maka dapat kita simpulkan bahwa berbagai bencana yang menimpa bangsa ini beberapa tahun terakhir ini sesungguhnya berakar pada satu hal: krisis kemanusiaan. Manusia telah lupa pada dirinya sendiri, hakikat, visi dan misi kehadirannya di muka bumi ini. Manusia, dalam lingkup yang lebih sempit: bangsa Indonesia, lupa bahwa dirinya adalah khalifah Allah yang bertugas menjaga alam agar tetap berjalan sesuai dengan kehendak Allah.

Kelupa-dirian manusia telah menjatuhkannya ke derajat yang lebih rendah: binatang, bahkan lebih rendah dari itu. Untuk memuaskan nafsu kebinatangannya manusia melakukan apa pun tanpa memedulikan akibatnya. Alam, yang sejatinya harus dilindunginya, berubah menjadi obyek eksploitasi demi pemuasan dirinya. Maka tidak heran bila hutan-hutan di daerah ini habis tereksplotasi. Akibat dari semua itu adalah, seperti tertera dalam Surat al-Rum di atas, terjadinya pemanasan global, banjir, longsor, gempa bumi, angin puting beliung, kecelakaan transportasi, kebakaran hutan, kekeringan, semburan lumpur panas dan berbagai bencana alam lainnya.

Lalu apa yang mesti kita lakukan? Jawaban yang diberikan Surat al-Rum di atas sudah sangat jelas: “kembali ke jalan kebenaran”, yaitu kembali kepada visi-misi penciptaan kita sebagai khalifah di muka bumi. Allahu A’lam

Cukupkah kita mengeluh. "Mengapa kita beruntun terkena bencana?" Atau kita, untuk kesekian kalinya, mengutip lagu lama Ebiet. "Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa ...." Ataukah, kita akan mengkaji kembali seluruh sikap kita pada ayat-ayat kauniyah atau realitas berupa alam sekitar milik Sang Mahaagung yang selama ini cenderung kita anak tirikan di hadapan ayat-ayat qauliyah? Lagu lama pendekatan keagamaan akan mengatakan bahwa bencana adalah musibah atas kehendak Allah. Musibah bisa merupakan cobaan, seperti yang diberikan pada orang-orang salih terdahulu. Namun, dapat juga merupakan hukuman seperti yang ditimpakan pada kaum-kaum sesat di masa lampau.

Bila musibah adalah cobaan, cara tepat buat menyikapinya adalah "bersabar" dan "berserah diri". Bila bencana adalah hukuman, kita harus mengucap "istighfar" dan mengubah perilaku. Dengan perspektif inilah para ulama tak henti mengingatkan betapa banyak perilaku maksiat yang bertebaran di sekitar kita. Rentetan bencana alam, dalam perpektif seperti ini, sangat mungkin disebabkan perilaku kita yang "semakin jauh dari Allah".

Jika bencana demi bencana ini merupakan peringatan dari-MU, maka tolonglah kami: Janganlah Engkau masukkan kami dalam golongan bangsawan dan putra Nuh yang durhaka itu, tapi masukkan kami dalam perahu Nuh, bersama puluhan pasang hewan-hewan itu. Ya Allah, kami sangat takut. Cukupkanlah sampai di sini.

Mengembalikan segala permasalahan kepada Allah SWT rasanya akan lebih menunjukkan bahwa memang manusia sangat membutuhkan pertolongan-Nya, serta meyakini bahwa di balik setiap kesulitan akan muncul kemudahan. Bersyukur terhadap segala pemberian Allah SWT, banyak maupun sedikit, besar maupun kecil akan membuat hati menjadi tenang dan tidak tergiur angan-angan. ''Sungguh menakjubkan urusan seorang Mukmin, karena segala urusan dipandang baik. Dan tidak ada keadaan yang demikian itu kecuali hanya bagi seorang Mukmin. Apabila dia merasakan kesenangan, maka dia bersyukur. Apabila merasakan kesusahan, maka ia bersabar.'' (HR Muslim).

(Khanza_mencoba merenungi ayat hidupMu dan ayat yang Kau tuliskan …Ya Allah Jaga kami,kami ingin masuk ke rumahMu, padahal lama sudah kami mengetuk dari dalam pintuMU, kami selalu ingin ada di dekatmMU tak sadar sesungguhNya kami sudah berada di rangkulanMu, Ya Allah begitu banyak nikmat Yang kami lalaikan)

 
posted by Nurul....:) at 20:05 | Permalink |


0 komenta':